Selasa, 18 Oktober 2016

Al-Qadar


AL-QADAR



Kalimat qadla dan qadar yang diletakkan oleh para mutakallimin adalah sebutan dengan pengertian yang diambil dari para filosof Yunani. Makna semacam itu belum pernah dibuat sebelumnya, baik menurut bahasa maupun syara’. Agar lebih jelas bahwa batas-batas dari makna qadla dan qadar menurut bahasa dan syara’ itu jauh dari pengertian yang telah dibuat oleh mutakallimun, maka kami memaparkan makna qadla dan qadar sebagaimana yang terdapat dalam bahasa dan nash-nash syara’. Di dalam kata qadar terkandung beberapa arti. Menurut bahasa dikatakan: qadara al-amra wa qaddarahu, yakni mempertimbangkan, maksudnya sesuatu dipertimbangkan atau diukur dengan sesuatu yang lain, lalu jadilah sesuatu tadi berdasarkan pada ukurannya. Qadara asy-sya-i qadaaratan, yakni memberi fasilitas dan waktu. Qadara al-amra, yakni memandang dan mempertimbangkannya serta mengukurnya. Qadara qadrallah, yakni mengagungkan-Nya. Qadru Allah ‘alaihi al-amra wa qaddara lahu al-amra, yakni memutuskan dan menghukumi. Alaihi qadru ar-rizqi, yakni ketetapan bagian rizkinya. Qaddara wa qaddara ‘ala ‘iyalihi, yakni menguasai. Qaddara ar-arjulu fakkara fi taswiyati amrihi wa tadbirihi, yakni seorang laki-laki berusaha mempertimbangkan dan memikirkan serta mengatur segala urusan/perkaranya. Dan qadara asy-sya-i, maksudnya mempertimbangkan atau mengukurnya. Di dalam hadits dijumpai: 


Apabila mendung menghalangi (penglihatanmu terhadap) bulan maka sempurnakanlah (bulan sya’ban dengan 30 hari). Di dalam al-Quran terdapat kata qadar yang mengandung beberapa arti. Allah berfirman:

وَكَانَ أَمۡرُ ٱللَّهِ قَدَرً۬ا مَّقۡدُورًا (٣٨)


Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku. (TQS. al-Ahzab [33]: 38)

Maksudnya perkara yang sudah diputuskan tidak bisa dibatalkan lagi dan keputusannya tidak dapat diganggu gugat. Allah berfirman:

فَقَدَرَ عَلَيۡهِ رِزۡقَهُ

Lalu membatasi rizkinya. (TQS. al-Fajr [89]: 16)

Maka Allah menyempitkan rizki atasnya. Allah berfirman:

فَٱلۡتَقَى ٱلۡمَآءُ عَلَىٰٓ أَمۡرٍ۬ قَدۡ قُدِرَ (١٢)


Maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan. (TQS. al-Qamar [54]: 12)

Maksudnya adalah terhadap kejadian yang telah Allah tentukan di lauhil mahfuz, yakni telah ditulis oleh Allah di lauhil mahfuz, berupa kehancuran kaum Nabi Nuh as dengan banjir dan air bah. Allah berfirman:

وَقَدَّرَ فِيہَآ أَقۡوَٲتَہَا


Dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya. (TQS. Fushshilat [41]: 10)

Maksudnya adalah menjadikannya tumbuhan sebagai makanan pokok bagi penduduknya, yaitu khasiat tumbuhan makanan pokok. Allah berfirman:

إِنَّهُ ۥ فَكَّرَ وَقَدَّرَ (١٨)


Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya). (TQS. al-Mudatstsir [74]: 18)

Maksudnya, memikirkan apa yang akan ia ucapkan tentang al-Quran dan menetapkan dalam dirinya sesuatu yang ia katakan dan yang ia persiapkan. Allah berfirman:

ٱلَّذِى خَلَقَ فَسَوَّىٰ (٢) وَٱلَّذِى قَدَّرَ فَهَدَىٰ (٣)


Yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk. (TQS. al-A’la [87]: 2-3)

Maksudnya, Allah menciptakan segala sesuatu, kemudian menyamaratakannya dan memberikan kepada setiap binatang sesuatu yang menjadi manfaat baginya. Lalu memberikan petunjuk kepadanya dan memperkenankan kepadanya cara pemanfaatannya, yaitu men-jadikan setiap makhluk hidup seperti manusia dan binatang berupa (adanya) kebutuhan yang menuntut untuk dipenuhi dan menunjukkan kepadanya cara pemuasannya. Firman Allah:

وَقَدَّرَ فِيہَآ أَقۡوَٲتَہَا


Dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya. (TQS. Fushshilat [41]: 10)
Allah berfirman:

وَجَعَلۡنَا بَيۡنَہُمۡ وَبَيۡنَ ٱلۡقُرَى

Dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. (TQS. Saba’ [34]: 18)

Maksudnya, Kami jadikan didalamnya kemudahan untuk berjalan dan keamanannya. 
Allah berfirman:

قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدۡرً۬ا (٣)


Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (TQS. ath-Thalaq [65]: 3)

Maksudnya, ketentuan waktu yang bersifat sementara. Allah berfirman:

إِنَّا كُلَّ شَىۡءٍ خَلَقۡنَـٰهُ بِقَدَرٍ۬ (٤٩)


Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (TQS. al-Qamar [54]: 49)

Maksudnya, berdasarkan ketentuan. Allah berfirman:

إِلَىٰ قَدَرٍ۬ مَّعۡلُومٍ۬ (٢٢)


Sampai waktu yang ditentukan. (TQS. al-Mursalat [77]: 22)

Maksudnya, sampai batas waktu yang ditentukan. Allah berfirman:

نَحۡنُ قَدَّرۡنَا بَيۡنَكُمُ


Kami telah menentukan kematian di antara kamu. (TQS. al-Waqi’ah [56]: 60)

Maksudnya, Kami jadikan batasan kematian di antara kalian berbeda-beda, usia kalian berbeda-beda. Ada yang berusia pendek, panjang dan sedang. Allah berfirman:

وَمَا نُنَزِّلُهُ ۥۤ إِلَّا بِقَدَرٍ۬ مَّعۡلُومٍ۬ (٢١)


Dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu. (TQS. al-Hijir [15]: 21)

Maksudnya, dengan ukuran tertentu. Allah berfirman:

قَدَّرۡنَآ‌ۙ إِنَّہَا لَمِنَ ٱلۡغَـٰبِرِينَ (٦٠)


Kami telah menentukan bahwa sesungguhnya ia itu termasuk orang-orang yang tertinggal (bersama-sama dengan orang kafir lainnya). (TQS. al-Hijir [15]: 60)

Maksudnya, merupakan ketentuan Kami bahwa istrinya (Nabi Luth) termasuk orang-orang yang tertinggal bersama dengan orang-orang kafir. Allah berfirman:

ثُمَّ جِئۡتَ عَلَىٰ قَدَرٍ۬ يَـٰمُوسَىٰ (٤٠)


Kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan hai Musa. (TQS. Thaha [20]: 40)

Maksudnya, engkau datang pada waktu tertentu terhadap hal itu. 

Kata qadar terdapat di dalam hadits dengan arti ilmu Allah dan ketentuan-Nya. Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda:



Artinya, apa yang telah ditentukan Allah di lauhil mahfuz, yaitu sesuatu yang telah ditentukan dan diketahuinya. Itu termasuk di dalam firman Allah Swt:

فَٱلۡتَقَى ٱلۡمَآءُ عَلَىٰٓ أَمۡرٍ۬ قَدۡ قُدِرَ (١٢)


Untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan. (TQS. al-Qamar [54]: 12)

Maksudnya, telah ditentukan di lauhil mahfuz. Dari Abu Hurairah ra dari Nabi Muhammad saw bersabda:



Maksudnya, bahwa nadzar tidak mendatangkan bagi anak Adam sesuatu yang bukan ditentukan oleh Allah dan ditulis di dalam lauhil mahfuz -yakni pasti diketahui-Nya-, akan tetapi nadzar itu mengeluarkan (harta) dari orang yang bakhil. Kata qadartuhu di dalam hadits yang telah diberi penjelasan diatas adalah, Aku telah menetapkan dan mengetahuinya. Qadar adalah ketentuan Allah dan ilmu-Nya.

Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra Rasulullah saw bersabda: 


Maksud dari (kalimat) telah ditentukan untukku adalah Allah Maha Mengetahui perkara tersebut. Dengan kata lain, berdasarkan ketentuan hukum Allah mengenai suatu perkara.

Thawus berkata, aku telah mendengar Abdullah bin Umar berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: 


Dengan kata lain segala sesuatu bersandar pada ketentuan dan kemahatahuan Allah. Artinya, Allah telah menetapkannya di lauhil mahfuz.

Terdapat pula kata qadrullah dalam perkataan para sahabat yang bermakna ketentuan dan ilmu Allah. Hadits dari Abdullah bin Abbas:

Bahwasanya Umar bin Khattab telah pergi menuju Syam, sampai beliau di Sargha (nama tempat). Lalu ia ditemui oleh para komandan pasukan perang, yaitu Abu Ubaidah bin Jarrah bersama para sahabatnya. Mereka memberitahukan kepada Umar bin Khattab bahwa wabah telah melanda negeri Syam. Ibnu Abbas berkata, maka Umar bin Khattab berkata, ‘Suruhlah para pemuka Muhajirin menghadapku’. Maka Ibnu Abbas memanggil mereka, kemudian Umar bin Khattab berdiskusi dengan mereka dan mengabarkan kepada mereka bahwa wabah telah melanda negeri Syam. Mereka pun berselisih paham. Sebagian mereka berkata, ‘Engkau telah keluar untuk sebuah perkara dan kami tidak melihat engkau berpaling mundur dari perkara tersebut’. Sebagian yang lain juga berkata, ‘Bersama engkau (turut pula) orang-orang lain juga para sahabat Rasululah saw, dan kami tidak melihat engkau menyuruh mereka untuk menghadapi wabah ini’. Lalu Umar berkata: ‘Pergilah kalian dari hadapanku’. Lalu beliau berkata lagi: ‘Panggil dan suruhlah kaum Anshar untuk menghadapku’. Merekapun memanggilnya. Setelah itu Umar berdiskusi dengan mereka seperti halnya yang dilakukan dengan kaum Muhajirin. Sikap kaum Anshar tak berbeda dengan sikap kaum Muhajirin. Mereka juga berselisih pendapat seperti halnya kaum Muhajirin. Lalu Umar berkata: ‘Pergilah kalian dari hadapanku’. Selanjutnya Umar berkata lagi: ‘Panggil dan suruhlah siapa saja yang berada disini yang termasuk pemuka-pemuka Quraisy dari muhajiratu fath (kelompok yang berhijrah ke Makkah setelah ditaklukkan)’. Mereka pun memanggilnya, dan mereka tidak berselisih pendapat mengenai perkara itu. Lalu mereka berkata: ‘Kami melihat engkau mundur bersama orang-orang, dan engkau tidak menyuruh mereka untuk menghadapi wabah ini’. Umar berkata: ‘Sesungguhnya telah menjadi jelas bagiku sejelas-jelasnya, maka (begitu juga) kalian telah (memperoleh) kejelasan terhadap perkara ini’. Selanjutnya Abu Ubaidah berkata: ‘Apakah harus lari dari qadrullah? Umar menjawab: ‘Jika saja bukan engkau yang mengatakan demikian wahai Abu Ubaidah…. Memang benar, kita lari dari qadrullah (yang satu) ke qadrullah (yang lain). Apakah engkau pernah melihat jika saja engkau memiliki seekor unta, lalu engkau datangi/turun di suatu lembah yang memiliki dua tepi, yaitu tepi yang subur dan tepi yang gersang, bukankah jika engkau gembalakan dia ditepi yang subur berarti engkau telah menggembalanya dengan qadrullah….. dan jika dia digembalakan ditepi yang gersang berarti engkau juga telah menggembalanya dengan qadrullah….. Jadi qadrullah disini adalah takdir Allah dan kemahatahuan-Nya. Artinya, jika engkau menggembala di tempat yang subur maka engkau telah melakukan apa yang telah ditulis oleh Allah di lauhil mahfuzh dan telah diketahui-Nya. Jika engkau menggembala di tempat yang gersang dan tandus maka engkau telah melakukan apa yang telah ditulis oleh Allah di lauhil mahfuz dan telah diketahui-Nya.

Dari penjelasan di atas jelas bahwa kata qadar termasuk lafadz musytarakah yang memiliki beberapa makna, di antaranya taqdir (ketentuan), ilmu (pengetahuan), tadbir (pengaturan), waqtu (masa) dan tahayyu-ah (siap siaga), dan menetapkan di dalam sesuatu berupa khasiat. Namun, berdasarkan makna-makna tersebut tidak ada makna qadar yang berarti seorang hamba melakukan suatu perbuatan secara terpaksa. Juga tidak ada pengertian bahwa qadar merupakan hukum (penetapan) yang menyeluruh di dalam keparsialan dan rinciannya. Tidak ada juga arti qadar yang merupakan rahasia diantara rahasia-rahasia Allah. Karena itu maka kata qadar mengandung beberapa pengertian bahasa yang dipakai di dalam al-Quran, juga digunakan di dalam hadits dengan makna-makna (yang serupa) dengan al-Quran. Dalam hal ini tidak ada perselisihan mengenai makna-makna tersebut. Tidak dijumpai di dalam al-Quran maupun hadits. Makna-makna tersebut digunakan menurut ungkapan bahasa, tidak ada campur tangan akal di dalamnya. Karena tidak ada makna syara selain dari makna-makna (secara bahasa) ini, baik di dalam hadits ataupun ayat, maka tidak bisa dikatakan bahwa makna istilah (bahasa) tadi berarti makna syara.

Berdasarkan hal ini kita dapat menjelaskan bahwa makna-makna yang terdapat di dalam ayat-ayat dan hadits-hadits bukan (makna qadar) seperti yang dimaksudkan dan diperselisihkan oleh para mutakallimin. Yang dimaksud (ayat-ayat dan hadits-hadits-pen) adalah ketentuan dan kemahatahuan Allah, yakni ketetapan-Nya di lauhil mahfuz. Jadi, tidak ada hubungannya dengan pembahasan qadla dan qadar seperti yang digembar-gemborkan para mutakallimin. Adapun apa yang ditafsirkan oleh Imam Thabrani dengan sanad hasan dari hadits Ibnu Mas’ud ra: 


Maksudnya, apabila disebut ilmu dan ketentuan Allah mengenai segala sesuatu maka janganlah kalian menyelami hal itu, karena ketentuan (tentang) segala sesuatu berasal dari Allah. Artinya, hal tersebut telah digariskan di lauhil mahfuz. Ini berarti bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Jadi, keberadaan Allah sebagai Yang Maha Mengetahui adalah salah satu sifat Allah yang wajib diimani. Dengan demikian maka makna hadits tadi adalah jika disebutkan bahwa Allahlah yang menentukan segala sesuatu dan maha mengetahuinya –maksudnya telah dituliskan di lauhil mahfuz- maka kalian tidak boleh menyelami dan mendalami perkara tersebut. Kalian harus menahan diri dan harus menerimanya.

Begitu pula apa yang dikeluarkan oleh Imam Muslim melalui Thawus, ‘Aku mengetahui seseorang dari kalangan sahabat Rasulullah saw yang berkata: Segala sesuatu itu memiliki ketentuan’. Maknanya adalah ketentuan dari Allah, artinya berdasarkan ilmu Allah. Rasulullah saw bersabda: 


Artinya adalah Allah telah menggariskan di lauhil mahfuz, yaitu Dia Maha Mengetahui. Semua ini termasuk di dalam bab sifat-sifat Allah, dan Allah mengetahui segala sesuatu sebelum terjadi, dan sesuatu tadi berjalan sesuai dengan ketentuan Allah, yaitu berdasarkan ilmu-Nya. Karena itu perkara tersebut tidak termasuk dalam pembahasan qadla dan qadar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar